Welcome to our lovely blog. Help us caring autism in Indonesia with sharing and contributing. Thank you...
RSS

Sabtu, 17 Maret 2012

Salam Kenal Indonesia :)

Selamat siang semuanya...
Ada yang tau apa itu Autism Care Indonesia, atau kita singkat dengan ACI? Nanti akan dijelasin, tapi sekarang kita awali dengan prolog dulu ya...

Setiap anak lahir dengan karakter dan keunikannya. Maka dari itu, penanganan baik setiap anak harus disesuaikan dengan kemampuan dan minat anak-anak tersebut. Terlebih jika anak-anak itu termasuk dalam kelompok anak berkebutuhan khusus. Anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Yang termasuk kedalam ABK antara lain: tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan prilaku, anak berbakat, anak dengan gangguan kesehatan.

Anak berkebutuhan khusus adalah
anak-anak yang mengalami disfungsi otak. Disfungsi otak merupakan istilah umum yang digunakan untuk menyatakan akibat dari adanya cedera atau kerusakan, kelainan perkembangan gangguan keseimbangan biokimiawi atau gangguan aktifitas listrik dalam otak. Banyak faktor yang dapat menjadi penyebab dari disfungsi otak, mulai dari masa kehamilan ibu (kurang gizi, merokok, mengalami pendarahan), saat melahirkan (kelahiran yang sulit, lahir premature), atau saat bayi lahir (tidak langsung menangis, nampak biru, pucat, kuning) dan setelah bayi lahir (mengalami radang otak atau cedera kepala).

Berdasarkan dari artikel yang ditulis dalam Kompas.com mengatakan gangguan perilaku dan mental pada anak-anak saat ini yang sering dijumpai misalnya autisme. Prevelansi autisme di Jakarta tahun 1992-2005 naik 26 persen, sementara pada tahun 2000-2005 naik 16 persen. Di suatu rumah sakit di Jakarta, pada tahun 1999 baru ada enam anak terdeteksi autisme, dan tahun 2000 jumlahnya menjadi 106 anak. Jumlah yang telah disebutkan menunjukkan bahwa keberadaan anak berkebutuhan khusus di Indonesia memasuki kategorisasi yang tidak sedikit. Meskipun  belum ada nominal pasti yang dapat digunakan sebagai acuan namun dapat disimpulkan setiap wilayah dan kota besar yang ada di Indonesia paling tidak terdapat anak berkebutuhan khusus. 

Anak berkebutuhan khusus membutuhkan perhatian lebih untuk bisa berprestasi dengan normal. Mereka juga generasi masa depan bangsa yang harus diperhatikan. Anak-anak yang berkebutuhan khusus itu tidak boleh dianggap sebagai generasi yang hilang atau pun anak yang tidak berguna dan menjadi beban karena pada kenyataannya tidak sedikit anak-anak berkebutuhan khusus yang mampu menunjukkan prestasi yang luar biasa. Sebagai terdapat siswa ABK yang menjuarai catur tingkat dunia dalam olimpiade catur di Yunani. Kharisma Rizki Pradana, Kharisma yang mempunyai kecenderungan hiperaktif dan mengarah pada autisme ternyata menunjukkan bakat luar biasa dalam daya ingat. Tidak hanya nama-nama anggota keluarga Presiden, Kharisma yang juga mampu menghafal dengan detail. Ia, misalnya, bisa mengulang sebagian pidato Ibu Negara saat meresmikan pemugaran Lawang Sewu di Semarang. Sebuah prestasi yang membanggakan bukan?

Namun pada kenyataanya, perlakuan masyarakat berbanding terbalik terhadap segala perjuangan yang ditorehkan untuk mengukir prestasi oleh anak berkebutuhan khusus. Mereka banyak dijumpai di sekolah dan terkadang mereka dicap sebagai anak yang bodoh atau anak yang sulit diatur. Terlebih lagi paradigma dari masyarakat saat ini terhadap anak berkebutuhan khusus. Anak-anak yang mengalami gangguan mental dan perilaku ini sering disalahmengerti, mereka lebih dilihat sebagai orang yang memiliki keterbatasan dibandingkan dengan keistimewaan atau potensi.  

Kondisi tersebut tentunya membawa dampak langsung maupun tidak langsung terhadap tumbuh kembang ABK, bahkan terhadap keluarganya (kedua orangtua). pandangan atau penilaian yang salah dari lingkungan terhadap ABK dan keluarganya merupakan tantangan terbesar selain kecacatan yang disandang oleh ABK itu sendiri dan dampaknya dapat dirasakan langsung oleh yang bersangkutan beserta keluarganya. Bahkan cara pandang masyarakat yang negatif menjadi stigma yang berkepanjangan (Rahardja, 2006). Dampak yang jelas sering ditemui adalah terhadap konsep diri, prestasi belajar, perkembangan fisik, dan perilaku menyimpang. pandangan negatif dari masyarakat terhadap kecacatan menyebabkan citra diri yang negatif dari ABK.

0 komentar:

Posting Komentar